Rakyat Menggunakan Jalan di Tanah Sendiri Didenda 10 Milyar, Artinya Cengkraman Rezim Orde Baru Masih Mengakar di Era Reformasi Ini

    Rakyat Menggunakan Jalan di Tanah Sendiri Didenda 10 Milyar, Artinya Cengkraman Rezim Orde Baru Masih Mengakar di Era Reformasi Ini

    PANGANDARAN JAWA BARAT - Rakyat menggunakan jalan di tanah sendiri ko didenda, itu keblingger lho, artinya " Cengkraman rezim Orde Baru masih mengakar di Era Reformasi ini, " kata inisial Aas sebagai sekertaris Lembaga Adat pangandaran yang juga salah seorang mantan penggarap tanah di sekitaran lapang katapang doyong pantai timur pangandaran, Jum'at (25/02/2022)

    Konflik Tanah sekitaran Lapang Katapang Doyong yang luasnya kurang lebih 6.7 Ha, HGB nya dipegang oleh PT Grilya Pangandaran Elok, akan tetapi tidak pernah dibangun sesuai peruntukannya, bahkan sejak tahun 2012 sudah habis masa berlakunya... ya, kurang lebih 20 tahun diterlantarkan.

    Sedangkan, berdasarkan Pasal 27 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Bangunan (HGB) : pemilik HGB mengajukan permohonan perpanjangan atau pembaruannya dan diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu HGB tersebut habis.

    Selanjutnya, perpanjangan atau pembaruan HGB dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan (Kantah).Jika sertifikat berakhir ketika Anda belum sempat mengurus perpanjangannya, maka status tanah kembali menjadi milik negara.

    Sedangkan, dalam hal ini, pemegang HGB ( PT Griya Pangandaran Elok) tidak mengajukan perpanjangan dan malah Lahan HGB tersebut diterlantarkan sampai sekarang.

    Menurut Aas bahwa,  tanah Ex PT Griya Pangandarsn Elok tersebut baik langsung maupun tidak langsung itu sudah murni kembali menjadi milik Negara (Rakyat).

    Sementara dalam PP, dituliskan HGB diberikan prioritas kepada bekas pemegang hak dengan memperhatikan:Tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak,

    Syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak,

    Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak,

    Tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang, dan

    Tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum.

    Permohonan perpanjangan HGB bisa dilakukan di Kantor Pertanahan daerah setempat selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu perpanjangan HGB.

    Lanjut Aas, tanah tersebut berada di wilayah kabupaten pangandaran, jadi tanah itu milik seluruh warga pangandaran...ya, orang tua saya sendiri sebagai salah seorang penggarap, sekitar tahun 70'han awalnya kan jalan itu dibangun untuk usaha tani dan usaha nelayan tradisional, digunakan untuk meningkatkan perekonomian rakyat pangandaran---- - terus jalan itu kan berada di sempadan atau di harim laut "salahnya dimana! "apa kata dunia, apalagi jika rakyat sebagai pemilik malah didenda 10 milyar rupiah---wah wah itu "Keblinger, " kata Aas.

    Menurutnya, sekitaran tahun 80'han, garapan saya yang satunya lagi, itu pernah konflik dengan mantan seorang kolonel dari Ciami, tapi setelah kehadiran BBUG (Ir Darsono), 2 kolam kecil itu di ganti garapan yang selanjutnya sampai sekarang berdirilah BBUG kabupaten pangandaran.

    Terkait garapan satunya lagi, yang sekarang dipakai penjemuran Ikan Asin, di jaman Orba waktu lagi santernya Petrus, saya sering diteror oleh orang yang tidak dikenal yang mereka mengaku itu tanah milik komandannya. Malahan sering tanaman kacang kacangan, pisang dan pohon kelapa kami dicabutin dan lenyap mungkin dibuangnya entah kemana.

    Kasusnya hampir sama sepert tanah garapan masysrakat di karangtirta desa sukaresik, juga tanah pinggir laut desa cibenda, ko orang bandung dan orang tasik mantan pejabat ciamis tau tau sudah memiliki sertipikat atas nama mereka, yang luasnya satu hehtaran....nah itu kan hasil rekayasa jaman Orde Baru.....ya, karena saya sendiri sebagai penggarap, dalam proses Redisnya tidak dilibatkan

    Di sekitar tahun 93'an santer lagi berita bahwa para penggarap tanah negara di sekitaran ketapang doyong harus menyerahkannya kepada negara yang alasannya akan dipergunakan untuk pembangunan penunjang keparawisataan.

    Ditahun 97'an, diduga terjadilah rekayasa Over alih Garapan dimana Akta Jual Beli (AJB) antara pihak pengembang pertama, dengan masyarakat penggarap dianggap syah adanya, yang kemudian, dengar-dengar lagi bahwa tanah HGB tersebut dibeli oleh Pt Griya Pangandaran Elok, yang diklaimnya sebagai tanah milik pribadinya.

    Namun, semenjak tahun 97'han sampai dengan tahun 2022 sekarang ini, tanah tersebut oleh pihak pengembang tidak pernah dibangun sesuai peruntukannya, malah diterlantarkan, " kata Aas.

    Yang heran tambah Aas, sekarang ini kan sudah bukan jamannya Orde Baru lagi, ini jaman Reformasi, yang seharusnya tanah ini dikembalikan lagi kepada pemilik awal, yaitu milik negara, dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyatnya.

    Terus, pemkab pangandarankan berencana membangun terminal wisata, diperlebarlah jalan yang diatas sempadan laut pantai timur itu. Ini semua kan untuk meningkatkan perekonomian rakyat pangandaran. 

    Dalam hal ini, Pemkab pangandaran yang dipimpin oleh Bupati Jeje Wiradinata kan bertindak untuk dan atas nama rakyat pangandaran, artinya dia kan mewakili Rakyat Pangandaran.

    Kesimpulannya...nah, apabila Rakyat menggunakan jalan di tanah sendiri ko didenda, itu keblingger lho, sepertinya " Cengkraman Orde Baru masih mengakar di era Reformasi ini, " tandasnya.***

    Pangandaran jawa barat
    Anton atong sugandhi

    Anton atong sugandhi

    Artikel Sebelumnya

    KPU Pangandaran Tetapkan Daftar Pemilih...

    Artikel Berikutnya

    Amin

    Berita terkait

    Amin

    Amin

    Rekomendasi

    Polri TV: Transparan - Informatif - Terpercaya
    Hendri Kampai: Merah Putih, Bukan Abu-Abu, Sekarang Saatnya Indonesia Berani Jadi Benar
    Kapolri Tekankan Peran Penting Pemuda Muhammadiyah Dalam Wujudkan Indonesia Emas 
    Kapolri Beri Kenaikan Pangkat Anumerta ke Almarhum AKP Ulil Ryanto
    Kapolri Sebut Pengamanan Nataru Akan Dilakukan 141.443 Personel

    Ikuti Kami